
Penulis : Eris Pransiscah N
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) merupakan salah satu penggerak utama perekonomian nasional, khususnya di sektor pangan olahan. Banyak pelaku usaha yang berasal dari skala rumah tangga atau industri kecil, berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk pangan lokal. Namun demikian, pelaku UMK sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan dalam menjaga mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan, terutama terkait pemahaman terhadap regulasi serta keterbatasan sarana dan prasarana produksi. Untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan intervensi strategis berupa pendampingan yang terarah dan berkelanjutan agar UMK mampu menghasilkan produk yang tidak hanya bernilai rasa, tetapi juga aman dan bermutu.
Salah satu upaya nyata yang dilakukan dalam mendorong penerapan standar keamanan pangan adalah melalui Program Sadar Pangan Aman (SAPA) Kampus yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. Poster ini merupakan hasil dari kegiatan kerja praktik Program SAPA Kampus Batch 7 yang dilaksanakan oleh mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan, Jurusan Rekayasa Industri, Institut Teknologi Kalimantan. Mahasiswa ditempatkan di PT. Taganang Sukses Food, salah satu UMK yang bergerak di bidang pangan olahan. Selama periode 17 Februari hingga 3 Juli 2025, mahasiswa berperan sebagai fasilitator keamanan pangan yang secara langsung mendampingi pelaku usaha dalam menerapkan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) secara menyeluruh.
Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan strategi partisipatif-edukatif. Mahasiswa tidak hanya melakukan observasi, tetapi turut terlibat aktif dalam setiap tahapan pendampingan. Kegiatan dimulai dari pembekalan dan pelatihan, dilanjutkan dengan praktik langsung di UMK, asesmen kondisi awal, identifikasi perbaikan, serta penyusunan dokumen penting seperti SOP, CPPOB, dan Manual Mutu. Setelah dilakukan uji coba implementasi, mahasiswa juga memberikan penyuluhan kepada pelaku usaha sebagai bentuk edukasi berkelanjutan. Dampak dari kegiatan ini cukup signifikan, terbukti dari peningkatan rating audit UMK yang semula berada pada kategori C dengan 48 temuan ketidaksesuaian, meningkat menjadi rating A dengan hanya satu temuan ketidaksesuaian setelah pendampingan dilakukan.
Hasil tersebut mencerminkan efektivitas peran fasilitator keamanan pangan dalam menjembatani kebutuhan pelaku UMK dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Melalui pemahaman yang lebih baik terhadap regulasi, perbaikan sarana produksi, dan implementasi prosedur sanitasi yang benar, UMK menjadi lebih siap untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan ketentuan Peraturan BPOM No. 20 Tahun 2021 tentang Label Pangan Olahan dan Pedoman CPPOB. Lebih dari itu, keberhasilan pendampingan ini menjadi bukti bahwa sinergi antara dunia pendidikan dan instansi pemerintah dapat membawa dampak positif terhadap pengembangan UMK secara konkret dan berkelanjutan.
Sebagai saran, kegiatan pendampingan seperti ini diharapkan dapat terus diperluas cakupannya, baik dari segi jumlah UMK yang dibina maupun keterlibatan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Program SAPA Kampus sebaiknya tidak hanya menjadi sarana kerja praktik, tetapi juga wadah pembelajaran langsung bagi mahasiswa dalam memahami tantangan industri pangan di lapangan. Dengan demikian, akan tercipta generasi profesional pangan yang tidak hanya kompeten secara akademis, tetapi juga peka terhadap kebutuhan pelaku usaha kecil dan berperan aktif dalam peningkatan mutu dan keamanan pangan nasional.